Pemimpin dan Imam

Jauh sebelum Mahyeldi berkecimpung dalam politik, ia adalah seorang imam dalam arti peyoratif: orang yang memimpin shalat. Ia fasih dalam membaca ayat Al-Quran dan melantunkannya dengan merdu. Seorang ulama Arab Saudi, Syekh Khalid Al Hamudi mengaku terkesan dengan keindahan suaranya. Itu pulalah yang membuat Syekh mengundang Mahyeldi menjadi imam di Masjidil Haram.

Sampai saat ini, ia masih seorang imam dan memang begitu seharusnya. Ulama asal Garut, Taufik Qulazhar menyebut bagaimana para pemimpinpada awal Islam adalah sekaligus seorang imam.

Imam memimpin makmum dalam shalat berjamaah. Nah, kita sebenarnya bisa melihat bagaimana konsep kepemimpinan diajarkan Islam dari sana.

Ketika seorang dipilih menjadi seorang imam shalat maka semua mematuhi gerakan dan arahan dari imam tidak boleh ada yang membantah bahkan memprotes, selama semua itu dalam koridor aturan agama dan tidak melakukan kesalahan yang fatal.

Namun ketika imam melakukan kesalahan atau keluar dari koridor yang telah ditentukan imam harus dan akan diingatkan oleh makmun yang ada dibelakangnya. Hal ini dilakukan agar proses ibadah berjalan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, sehingga ibadah yang dilakukan tidak sia-sia. Bagi imam yang diingatkan, tidak boleh dan tidak akan marah melainkan menyadari kesalahan dan memperbaiki kesalahannya.

Apakah pemimpin saat ini apakah seperti imam dalam shalat atau sebaliknya?

Imam memiliki tanggung jawab yang sanggat besar. Tidak setiap orang dapat menjadi imam dalam shalat karena harus memiliki kompetensi tertentu yang sudah menjadi konsesus ulama fiqih. Oleh karena itu, orang yang menjadi imam adalah orang yang terbaik diantara yang lainnya bukan berdasarkan lamanya hidup di dunia tetapi kualitas yang dimilikinya.

Begitu pula seharusnya dengan pemimpin. Ia harus memiliki kompetensi yang lebih dari yang lain sehingga bisa membuat visi dan misi yang bisa dilaksanakan oleh para pembantu serta kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh pembantunya.

Ketika masyarakat mengingatkan kesalahan pemimpinnya justru pimpinan kita membela diri dan balik mengkritik, bukan menyadari dan berterima kasih telah diingatkan. Sejatinya masyarakat itu mencintai pemimpinnya dan untuk kebaikan seluruh yang dipimpinnya. Namun, gengsi dan arogansi telah mengalahkan filosofi shalat dalam proses kepemimpinan seseorang. Ini fakta bahwa shalat yang dilakukan hanya sebatas pada proses ritual semata belum pada tataran aplikasi nyata dan diterapkan dalam kehidupan sosial.

Referensi:
  • http://sulthan17.blogspot.co.id/2011/10/imam-shalat-dan-pemimpin.html
Diberdayakan oleh Blogger.