Pemilu Langsung di Sumbar

Untung saja transisi demokrasi di Sumbar sedikit terselamatkan oleh munculnya kekuatan masyarakat sipil (civil society) yang relatif kuat. Munculnya kekuatan civil society ini kondusif bagi demokratisasi. Ketika mekanisme kontrol dalam sistem pemerintahan tidak jalan, civil society muncul menjadi pengimbangnya. Kelompok inilah yang kemudian proaktif membongkar korupsi berjamaah di DPRD. Gerakan mereka bahkan menjadi bola salju yang kemudian menyeret eksekutif. Sumbar adalah daerah yang pertama membongkar korupsi berjamaah legislatif dan eksekutif lokal. Seluruh anggota DPRD dan (mantan) Gubernur Sumbar telah menjadi tersangka. Efek gerakan antikorupsi di Padang kemudian menggelinding ke sejumlah kabupaten/kota di Sumbar.

Rasionalitas politik semacam ini terus berlanjut ketika mantan gubernur Zainal Bakar, yang terkait kasus korupsi APBD, gagal mendapatkan tiket pencalonan pilkada Sumbar 2005. Padahal, sebagai seorang incumbent (calon yang sedang menjabat), ia punya sumber daya politik yang kuat.

Gerakan antipolitisi busuk ini bahkan membawa implikasi pada hasil Pemilu 2004. Meski Golkar tetap menang dalam pemilu legislatif, tapi Amien Rais (ketua umum PAN) tampil sebagai pemenang pada pilpres putaran pertama di Sumbar. Jika PAN terpuruk di pemilu legislatif, mestinya Amien kalah dalam pilpres. Kenyataannya tidak demikian. Dengan kata lain, rakyat dapat membedakan Amien yang punya citra sebagai tokoh reformis dan PAN Sumbar yang sejumlah elite lokalnya terlibat kasus korupsi. Dalam pemilu 2004 rakyat menjadi hakim yang menghukum mereka yang terbukti tidak aspiratif dan kredibel, walaupun pilihan baru mereka belum tentu lebih baik.

Referensi
*Israr Iskandar
Diberdayakan oleh Blogger.